banner image

Zonasi sekolah: pembaharuan pendidikan atau mundurnya pendidikan?

PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun ini telihat berwarna. Bagaimana tidak? Ada cerita bahagia dan sedih dari berbagai lapisan masyarakat dengan keputusan baru PPDB tahun ini. 

                       




Dari perubahan sistem pendaftaran yang dapat dilakukan dengan 2 cara yakni:
PPDB online (daring) dan PPDB offline (luring).
Orangtua dapat melakukan pendaftaran PPDB online dengan mengunjungi laman resmi yang disiapkan pemerintah daerah masing-masing. Yang membuat orang tua agak kebingungan lalu dalam sistem Seleksi PPDB memunculkan polemik dimasyarakat.

Contohnya saja Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP atau bentuk lain yang sederajat mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar sebagai berikut:
a. jarak tempat tinggal ke Sekolah sesuai dengan ketentuan
zonasi;

b. nilai hasil ujian SD atau bentuk lain yang sederajat; dan
c. prestasi di bidang akademik dan non-akademik yang diakui Sekolah sesuai dengan kewenangan daerah masing-masing.

Sistem Zonasi sendiri sudah ada jauh dari sebelum ini, tetapi hasilnya memang belum maksimal karena penerimaan siswa baru masih menggunakan hasil nem/ujian/rapot saja. Pada tahun ajaran 2018-2019 ini sistem Zonasi sangat menimbukan keresahan, ntah dari sekolah swasta dan masyarkat urban. 

Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Domisili calon siswa dilakukan berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Pembagian sistem zonasi antar sekolah dilakukan oleh pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala Sekolah.[1]

Mari kita lihat masalah sistem zonasi dari masyarakat
Sistem ini seperti mengacak acak dan mengadu pemikiran masyarakat mengenai pemerataan pendidikan. Masyarakat urban utamanya mengangap sistem ini sangat merugikan mereka, karena kenapa? Mereka yang notabene terdaftar KK(kartu keluarga) di daerah A , tetapi mereka harus bekerja di Kota B dan tinggal sementara di kota B karena sarana dan pra sarana di kota B lebih tinggi dibanding kota A akhirnya mereka harus kembali ke kota A hanya untuk menyekolahkan anak mereka di kota A karena namanya terus tersingkir di sistem Zonasi kota B. Sebagai orang tua adalah sebuah keharusan menempatkan anak dalam pendidikan yang terbaik untuk tumbuh kembang serta didik budi pekertinya. Tetapi sayangnya kepercayaan orang tua ini terhadap tingkat pendidikan dikota A sangat rendah dan lagi lagi pemerataan pendidikan terhambat karena tingkat kepercayaan orang tua terhadap tingkat pendidikan disuatu daerah. Dikutip dalam banyak berita seperti CNN Indonesia[2]
“....banyak sekali masalah dan kekecewaan orang tua yang anaknya tidak diterima di sekolah impiannya karena terhambat zonasi, sampai ada yang menyadra petugas, dan hampir putus sekolah karena tidak mau sekolah jika bukan disekolah impiannya”
Padahal tujuan dari sistem adalah seperti mengikuti standart pendidikan di Jepang. Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten di Jepang mengharuskan siswa untuk bersekolah di sekolah yang berada di dekat rumahnya. Siswa SD/SMP wajib berjalan kaki ke sekolah dan tidak boleh diantar jemput orangtua.

Orangtua dapat memanfaatkan waktunya untuk hal-hal produktif lainnya. Ketika sampai disekolah pun siswa tidak merasa lelah dan siap untuk belajar. Sistem Zonasi ini berfungsi selain mengurangi tingkat kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi untuk anak anak. Tentu saja sebagai keadilan pemerataan pendidikan diseluruh Indonesia agar tidak terpusat di sebagaian dii sekolah favorit saja. Selain itu untuk melepas stigma negatif para orang tua jika kalau anaknya tidak disekolah di sekolah A maka anaknya akan begini begini begini. Padahal standar pendidikan di Indonesia sudah di Atur dalam peraturan Mentri, jadi bisa disimpulkan standar pendidikan di Indonesia itu sama.

 file lengkapnya klik (disini)

Tujuan mulia dari sistem Zonasi banyak diartikan berbeda oleh masyarkat, karena ada beberapa syarat untuk diterima disekolah zonasi adalah jika dia berada diwilayah zonasi dan memiliki KIP walau nemnya rendah, maka prioritas diterima dan yang berprestasi di secondary kan,"seharusnya untuk zonasi ya zonasi aja, ga perlu tuh SKTM dan KIP jadi pusaka buat masuk sekolah , belum tentu punya KIP kalo dia kurang mampu" kata kata sering terucap dari kekecewaan masyarakat terhadap sistem ini. Tentu saja jjika kita memosisikan diri sebagai warga negara Indonesia hendaknya kita mendukung dan mengawal segala keputusan untuk mencapai Indonesia yang sejaterah dan maju. Mungkin kesalahan dari PPDB tahun ini adalahnya kurangnya sosialisasi dan pembangunan kepercayaan antara sekolah dan orang tua karena belum meratanya pendidikan.



Mari kita lihat masalah sistem zonasi dari sekolah Swasta

Sistem zonasi juga bikin ketar ketir sekolah swasta karena sekolah negeri nerima murid terlalu banyak. contohnya saja minggu kemarin pengumuman gelombang I PPDB untuk sekolah Negeri keluar, dan untuk siswa yang tidak memenuhi syarat untuk sekolah disekolah A, mau tidak mau harus melanjutkan pendidikannya disekolah swasta sebagai alternatif sambil menunggu harapan pengumumam PPDB negeri gelombang 2 12/07/2018. Kekhawatiran sekolah swata muncul karena mengetahui masih banyak bangku kosong yang ada disekolah Negeri. saking khawatirnya gak dapet murid, guru guru swasta jadi kayak sales motor, bagi bagi brosur sampe harus turun ke sekolah sekolah negeri buat ngendap ngendap promosiin sekolahnya ke orang tua yang nilai nem nya kecil. MIRIS !

Sistem Zonasi dan keputusan ini sangat membuat perbedaan yang lebar terhadap sekolah swasta dan negeri, kenapa tidak? jika di Bekasi, 30 murid untuk satu kelas. Satu sekolah itu nampung 10 kelas. Yang jadi masalah itu sekarang mulai tumbuh sekolah pilial jadi sekolah negeri jadi makin banyak. Di bekasi aja kalau gak salah udah ada 73 sekolah negeri SMP . Kalau satu sekolah nampung 300 murid dikali 73 jumlah sekolah smp tahun ini sekolah negeri nerima kurang lebih 21000 murid. perkembangan sekolah Swasta juga sangat pesat, otomatis ini membuat sekolah swasta putar oak untuk mencari murid. Otomatis sekolah swasta saling nikam satu sama lain cuma untuk dapet murid. jika kelas tidak terisi penuh maka jumlah guru pun akan di kurangi. Ini menyebabkan tidak adanya kesejateraan guru swasta dan selalu dianggap sepele dan sebelah mata. Padahal SEMUA GURU ITU SAMA YANG MERUPAKAN PENDIDIK DAN PENENTU MASA DEPAN BANGSA. Tetapi karena masalah ini pula banyak GURU YANG KEHILANGAN PEKERJAANYA karena Anggaran sekolah swasta kan di dapet dari spp murid. Kalau murid gak ada otomatis anggaran sekolah buat gaji guru gak ada. Sekalipun harus bertahan, cuma dihargai 20 ribu per jam pelajaran. ini bisa menyebabkan pengangguran meningkat ! selain itu perlunya peningkatan kompetensi guru swata agar dapat bersaing dengan guru lainnya dalam bidang manapun , lagi lagi hal ini harus difasilitasi oleh sekolah swastanya sendiri

Jika ini dibiarkan terus menerus, maka tidak ada orang yang mau jadi guru ! kalau pun mau ya berebut guru Negeri belum juga harus punya orang "dalem"  buat jd guru negeri belum lagi harus melalui HONORER dulu yang gajinya dibayarkan 3 bulan sekali dan upah harga ga sebandin, dan guru swasta selalu dipandang sebelah mata. semoga masih banyak anak anak kita yang ingin menjadi pendidik untuk mencerdaskan bangsa. aamiin



------------------------------------------------------------------------------------------

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP/MTs Tahun 2018, http://palembang.tribunnews.com/2018/05/29/ini-jadwal-syarat-dan-prosedur-penerimaan-peserta-didik-baru-ppdb-smp-tahun-2018?page=3.

Zonasi sekolah: pembaharuan pendidikan atau mundurnya pendidikan? Zonasi sekolah: pembaharuan pendidikan atau mundurnya pendidikan? Reviewed by ADMIN AIO on 07.19 Rating: 5

Tidak ada komentar:

banner image
Diberdayakan oleh Blogger.